Antara Paus dan Martin Luther
Kita berimajinasi tentang apa yang terjadi pada sejarah gereja :
Pada mulanya adalah Petrus yang dikasih wewenang untuk memegang kunci surga oleh Yesus Kristus :
Mat 16:18-19 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan
di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut
tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.
Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang
kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Merasa memegang amanah suci, Petrus meneruskan ‘hak waris’ pemegang
kunci surga ini kepada penerusnya, maka muncul-lah dinasti Paus di
Katolik Roma yang mewarisi hak pemegang kunci surga. Masalahnya :
ternyata Paus-Paus tersebut adalah manusia biasa yang tidak terlepas
dari dosa, dan ironisnya sebagai pemegang kunci surga juga punya hak
untuk menghapus dosa, seperti tercantum dalam kitab suci :
Yoh. 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni,
dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
Bayangkan, para Paus ini bisa menentukan seseorang masuk surga atau
tidak, dia bilang anda selamat maka anda akan selamat, dia bilang anda
tetap berdosa maka anda akan tetap berdosa, tidak ada jalan lain untuk
menghapus dosa anda. Namun Paus tentu tidak sendirian, karena gereja
adalah suatu lembaga yang di isi oleh banyak perangkat dan orang, tidak
mungkin Paus bisa menjalankan ‘roda administrasi’ memegang kunci surga
sendirian, maka Paus dibantu oleh para Uskup, Kardinal, Pastor yang
dilimpahkan ‘cipratan’ wewenang untuk menghapus dosa. Celakanya semua
perangkat gereja tersebut manusia biasa juga yang tidak luput dari dosa.
Lalu Paus yang berdosa bilang sama Uskup :”Sekarang saya yang pegang
kunci surga dan dikasih kuasa untuk menghapus dosa, mau nggak dosa anda
saya hapus..??”, tentu saja si Uskup mau, lalu Paus bilang :”Tapi nanti
kunci surganya saya delegasikan ke kamu yaa..?? supaya kamu juga
menghapus dosa saya…”, nah…win-win solution namanya, dua-duanya happy..
Lalu Paus kongkalingkong sama Uskup :” Kita bikin proyek penghapusan
dosa yuk…, umat khan banyak yang butuh, lhaa..namanya mereka manusia
biasa pasti banyak dosa dan ingin supaya dosanya dihapus juga..”, ada
demand ada bisnis, maka gereja katolik mengarang-ngarang ritual untuk
menghapus dosa, karena namanya proyek tentu harus ada dukungan dana, si
jemaat yang memang butuh supaya dosanya dihapus nggak bakalan mikir
untuk mengeluarkan biaya berapapun agar dosanya terhapus dan melenggang
masuk surga. Semua happy, Paus dan Uskup kenyang, gereja bisa berjalan,
si jemaat juga puas.
Lalu datang Matin Luther, sebagai orang yang cerdas dia melihat ini
sudah menyimpang dari kebenaran, surga sudah dikangkangi oleh gereja dan
oknum-oknumnya, ternyata wewenang pemegang kunci surga yang diberikan
Yesus Kristus mengakibatkan, bukan malah menghasilkan kebaikan dan
keselamatan bagi semua orang, sebaliknya justru dijadikan alat untuk
membuat dosa-dosa baru, yang kemudian bisa dihapus oleh gereja. Setali
tiga uang dengan kelakuan gereja sendiri, merasa sebagai pemegang kunci
surga, perbuatan dosa makin menjadi-jadi, toh..bisa saling menghapus
dosa. Maka Martin Luther mengeluarkan ajaran : semua orang berhak untuk
menghapus dosanya sendiri, tidak ada itu wewenang gereja untuk
menentukan kita berdosa atau tidak, yang menentukan adalah Tuhan
sendiri, keselamatan adalah semata-mata merupakan anugerah Tuhan, dan
itu didapat karena adanya iman dalam dada. Kelakuan gereja Katolik sami
mawon dengan kelakuan Yahudi dalam menentukan keselamatan mereka, Luther
juga punya dasar alkitabiyah :
Gal. 3:12 Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya.
Rm. 3:28 Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.
Ef. 2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
Tidak masuk akal para manusia berdosa seperti Paus dan Uskup bisa
memegang kunci surga. Apa bedanya gereja Katolik dengan Yahudi kalau
begitu..?? apa bedanya para Paus dan Uskup dengan Imam Yahudi,
dua-duanya sama-sama memonopoli keselamatan melalui ritual yang harus
dijalankan. Lalu bagaimana caranya..?? Sayang sekali Martin Luther waktu
itu tidak melirik kepada ajaran Islam yang mengajarkan keseimbangan
antara iman dan amal baik sebagai syarat masuk surga, bahwa keselamatan
diperoleh karena adanya ‘interaksi’ antara anugerah Tuhan dan usaha
manusia.
Luther bereaksi terhadap kebobrokan gereja Katolik, bergerak dari
satu titik ekstrim ke titik ekstrim lain. Hasil pikiran ini menghasilkan
ajang bisnis baru di dunia Kekristenan : Proyek Iman. Kalau memang
surga didapat hanya karena iman, lalu bagaimana menentukan bahwa kita
saat ini benar-benar sudah beriman..?? ketika seseorang telah menyatakan
dirinya sudah beriman maka dikatakan orang tersebut sudah ‘terlahir
baru’, berubah dari manusia berdosa menjadi orang yang selalu dibawah
naungan Tuhan. Cuma masalahnya : sebagai manusia tetap saja edan-eling,
kadang sadar, dilain waktu ngawur lagi, emang sih…kuantitas dan kualitas
perbuatan dosa sudah jauh berkurang dibandingkan ‘masa jahiliyah’ dulu,
tapi hati tetap bertanya : saya ini sudah selamat apa belum yaa..??
Pengikut Martin Luther butuh kepastian, maka : ada demand tentu ada
bisnis. Muncul-lah orang-orang yang mengaku sudah terlahir baru dan
menyatakan bisa mengukuhkan dan memastikan seseorang sudah beriman atau
belum. Karena ini menyangkut objek yang abstrak dan tidak bisa diuji
secara eksak, maka sulit untuk menentukan ‘standard keselamatan’.
Orang-orang ini bikin gereja sendiri, sewa ruko atau rukan, yang punya
modal cukup, bisa bikin bangunan megah dan menyewa stasiun televisi
untuk menyebarkan kemampuannya mengukuhkan iman. Ini semua memerlukan
dana yang tidak sedikit untuk sewa atau beli bangunan, bayar sound
system dan sewa jam tayang ditelevisi, termasuk tentunya buat gaji si
pengelola untuk nafkah hidup dia dan keluarganya. Maka teknik-teknik
berkhotbah dipelajari dan didalami supaya bisa meraup banyak pengikut,
kalau perlu sedikit demonstrasi mukjizat, boleh pakai sulap atau
trik-trik lainnya semisal orang lumpuh tiba-tiba bisa jalan. Tentu saja
hal ini ditangkap oleh pengikut Kristen yang memang membutuhkan
kepastian keselamatannya. Uang bukan masalah untuk membeli keselamatan,
terjadi lagi win-win solution, si pendeta happy, jemaat juga senang.
Nasib umat Kristen Ibarat : “Keluar dari mulut harimau, masuk mulut
buaya”.
Umat Islam sebenarnya prihatin melihat nasib yang dialami
saudara-saudara mereka ini, terlihat adanya kebingungan dan kesesatan,
bahkan sekalipun dilihat dari sisi akal sehat, namun saudara-saudara
Kristen mereka ini banyak yang tidak menyadarinya, atau ada juga
sebagian sebenarnya punya kesadaran telah tersesat, namun gengsi untuk
mengakui, lalu bersikap ‘pura-pura tidak tersesat’. Ini juga sikap yang
menimbulkan keprihatinan karena yang dipertaruhkan adalah nasibnya kelak
di akherat, dan yang akan mengalaminya tentu si Kristen itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.