Al Quran Surat An Nisa ayat 171

Al Quran Surat An Nisa ayat 171

يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ ۚ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۖ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ ۚ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ ۚ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ ۘ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا \

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.

Senin, 24 Desember 2012

Kekejaman Perang Salib dan Keadilan Salahudin Al Ayubi


Tentara Perang Salib merampas Yerusalem setelah pengepungan lima minggu, dilanjutkan perampasan perbendaharaan kota dan membantai orang-orang Yahudi dan Islam.
Ketika orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim hidup bersama dalam damai, sang Paus memutuskan untuk mempersiapkan perang Salib. 

 Perang Salib I dimulai dengan seruan Paus Urbanus II pada sidang gereja di Clermont, Prancis. Seruan ini pada asalnya merupakan tanggapan positif gereja Katholik atas permintaan bantuan dari Byzantium untuk menghadapi pasukan-pasukan Turki Saljuk yang mengganggu wilayahnya. Namun isu ini kemudian dikembangkan dan diarahkan oleh Paus untuk merebut kota al-Quds atau Yerusalem. Paus tentu mempunyai pertimbangan pribadi saat menyampaikan seruannya. Gereja Katholik ketika itu sedang banyak masalah: perselisihan gereja dengan kaisar Jerman (Holy Roman Empire), adanya paus tandingan (anti-pope), perpecahan Katholik dengan Kristen Orthodoks yang berpusat di Byzantium, ditambah lagi dengan berbagai masalah sosial di Prancis dan beberapa negara Eropa Barat lainnya. Penguasaan Yerusalem, yang mereka yakini sebagai tempat disalibnya Yesus tentu akan menjadi prestasi yang menonjol dan meningkatkan pengaruh gereja Katholik di Eropa.

Orang-orang yang hadir menyambut seruan Paus itu dengan penuh semangat. Sepanjang khutbah Paus Urbanus II mereka berseru, ”Deus Vult! Deus Vult! (Tuhan menghendakinya! Tuhan menghendakinya!) (Cole, 1991: 1-2). Setelah itu, beberapa pendeta mengkhususkan diri untuk menyebarluaskan seruan Paus kepada masyarakat. Manusia kemudian berbondong-bondong datang untuk menyertai Perang Salib yang pertama (1095-1099). Kata Edward Gibbon, seorang Sejarawan Inggris abad ke-18, khutbah Paus itu telah ”menyentuh syaraf perasaan (Eropa) yang paling halus” dan mendorong mereka untuk menyambutnya dengan penuh semangat.

Mengikuti seruan Paus Urbanus II pada 27 November 1095 di Dewan Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk "membebaskan" tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan di Timur sebagaimana dituturkan dalam dongeng. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, dan melakukan banyak perampasan dan pembantaian di sepanjang perjalanannya, mereka mencapai Yerusalem pada tahun 1099. Kota ini jatuh setelah pengepungan hampir 5 minggu. Ketika Tentara Perang Salib masuk ke dalam, mereka melakukan pembantaian kejam. Seluruh orang Islam dan Yahudi dibabat dengan pedang.

Dalam perkataan seorang sejarawan: "Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui. pria maupun wanita."1 Salah satu tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, membanggakan kekejian ini:
Pemandangan mengagumkan terlihat. Sebagian orang kami (dan ini lebih belas kasih) memenggal kepala musuh-musuh mereka; lainnya membidik mereka dengan panah, sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki terlihat di jalan-jalan kota. Perlu berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat di mana ibadah keagamaan biasanya disenandungkan. di kuil dan serambi Sulaiman, para pria bergerak dalam [kubangan] darah hingga lutut dan tali kekang mereka.2

Dalam dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam secara biadab seperti yang digambarkan.3 Kedamaian dan kerukunan di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan sebuah pembantaian mengerikan.
Tentara Perang Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Salahuddin mengumpulkan seluruh kerajaan Islam di bawah benderanya dalam suatu perang suci dan mengalahkan tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin pada tahun 1187. Setelah pertempuran ini, dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Beliau menghukum mati Reynald dari Chatillon, yang terkenal keji karena kekejamannya yang mengerikan yang ia lakukan kepada orang-orang Islam, namun membiarkan Raya Guy pergi, karena ia tidak melakukan kejahatan serupa. Palestina sekali lagi menyaksikan arti keadilan yang sebenarnya.

Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, dan pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem untuk perjalanan mikrajnya ke langit, Salahuddin memasuki Yerusalem dan membebaskannya dari 88 tahun pendudukan tentara Perang Salib. Bertolak belakang dengan "pembebasan" oleh tentara Perang Salib, Salahuddin tidak mendzalimi seorang Nasrani pun di kota tersebut, sehingga menyingkirkan rasa takut mereka bahwa mereka semua akan dibantai. Ia hanya memerintahkan semua umat Nasrani Latin (Katolik) untuk meninggalkan Yerusalem. Umat Nasrani Ortodoks, yang bukan tentara Perang Salib, dibiarkan tinggal dan beribadah menurut yang mereka pilih.

Karen Armstrong menggambarkan penaklukan kedua atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini:
Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak membalas dendam pembantaian tahun 1099, seperti yang Al Qur'an anjurkan (16:127), dan sekarang, permusuhan telah berakhir, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194). Tak ada satu orang Kristen pun dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah.. Salahuddin menangis terharu karena kesedihan keluarga-keluarga yang terpecah-belah dan ia membebaskan banyak dari mereka tanpa tebusan, sesuai himbauan Al Qur'an, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawannya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya Al Adil begitu tertekan karena penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin seribu orang dari mereka untuk diambilnya sendiri dan kemudian membebaskan mereka di tempat itu juga. Semua pemimpin Muslim dibuat geram melihat orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan kekayaan mereka, yang semestinya dapat digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain dan bahkan diberi pengawalan khusus untuk menjaga keamanan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre.4

Pendeknya, Salahuddin dan tentaranya memperlakukan orang-orang Nasrani dengan kasih sayang dan keadilan yang agung, dan menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang lebih dibanding yang telah diperlihatkan oleh pemimpin mereka.

Setelah Yerusalem, tentara Perang Salib melanjutkan kebiadaban mereka dan orang-orang Islam meneruskan keadilannya di kota-kota Palestina lainnya. Pada tahun 1194, Richard Si Hati Singa, yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan menghukum mati 3000 orang Islam, di antaranya banyak wanita dan anak-anak, secara tak berkeadilan di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama. Mereka malah tunduk kepada perintah Allah: "Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)." (Qur'an 5:2) dan tidak pernah melakukan kekejaman kepada orang-orang sipil tak bersalah. Di samping itu, mereka tidak pernah menggunakan kekerasan yang tidak perlu, bahkan kepada tentara Perang Salib yang terkalahkan sekalipun.

Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi mengungkapkan kebenaran sejarah: Sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda untuk hidup bersama. Kenyataan ini terus diperlihatkan selama 800 tahun setelah Salahuddin, khususnya selama masa Khalifah Utsmaniyyah.
_______________
Pustaka
1. "Gesta Francorum, or the Deeds of the Franks and the Other Pilgrims to Jerusalem," trans. Rosalind Hill, (London: 1962), hlm. 91. tanda penegasan ditambahkan
2. August C. Krey, The First Crusade: The Accounts of Eye-Witnesses and Participants (Princeton & London: 1921), hlm. 261. tanda penegasan ditambahkan
3. Krey, The First Crusade, hlm. 262.
4. Armstrong, Holy War, hlm. 185. tanda penegasan ditambahkan.
Sumber: harunyahya.com
5. Film Kingdom Of Heaven

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.